Alby Padmakusumah: Candor Commander

Alby Padmakusumah adalah seorang Chief Management Officer di POT Branding House. Saya berkesempatan untuk berbincang-bincang seputar jejak karirnya dalam industri kreatif, personal development-nya dalam bidang yang ia tekuni, serta perspektifnya sebagai businessman terhadap industri kreatif.



Bagaimana ketertarikan awal Alby dalam industri kreatif?

Ini harus mundur dulu ke tahun 2006, waktu itu saya pertama kali datang ke sebuah acara Bazaar, dan jodoh nya dengan Bazaar SMAN 2 Bandung, nama event nya “Global Beat”, dan waktu itu Meizan Diandra Nataadiningrat atau Bang Ican yang kita kenal sebagai Co – Founder House The House sekarang, merupakan Ketua Bazaar Global Beat tersebut. Saya inget banget moment nya, saya datang telat, dan hanya kebagian penampil terakhir : Tompi. Menyanyikan Selalu Denganmu, hits nya pada masa itu, bersama dengan seluruh panitia di atas panggung, termasuk Bang Ican, di area lapangan basket SMAN 2. It was really beautiful and super memorable.

I don’t know what it is at that time, but I know I want to be part of it. Not to be part of the Bazaar, or even Creative Industry (I don’t even know that terms back in 2006, I was 16 years old at that time). But my heart beat faster, excited, I want to experience, involve, and contribute to the world I see. It was a pure gut. An instinct.

Saat itu saya masih bersekolah di SMP Taruna Bakti, kebetulan orang tua saya mengarahkan untuk bersekolah di SMA Negeri, supaya saya bisa melihat dunia lebih luas dengan berbagai lapisan dan kelas sosial, juga itu bagus untuk perkembangan pengalaman, cara pandang, dan mental saya, katanya.

NIM saya cukup untuk masuk SMA Negeri 3 Bandung, yang merupakan kluster 1 dan sekolah terbaik pada masa itu di mata para orang tua, termasuk orang tua saya. Akan tetapi saya berargumen kalau saya ingin masuk ke SMA Negeri 2 Bandung, tanpa alasan yang jelas, bahkan sempat bertengkar dengan orang tua saya, perang dingin. Walaupun menyayangkan, akhirnya orang tua saya merestui untuk saya masuk ke SMA yang berada di jalan Cihampelas no. 173 itu, “Yang aku cari ada di sana, aku ga tau apa itu, tapi aku tau cuma SMAN 2 yang bisa ngasih apa yang aku cari.”, saya bilang.

Setelah itu, mulailah hari pertama dari 3 tahun saya bersekolah di sana, sampai akhirnya alhamdulillah memangku amanah untuk menjadi Ketua Bazaar pada tahun 2009, dengan tajuk “Flight 173”, bersama jajaran penampil : Peterpan (sebelum menjadi NOAH), dan Maliq and D’essentials.

Catatan menarik, saya berkesempatan untuk berada di atas panggung bersama seluruh panitia, menyanyikan beberapa lagu penutup bersama Peterpan. Persis seperti yang saya saksikan pada tahun 2006. Mungkin ini yang disebut Hukum Tarik Menarik yang dijelaskan di dalam buku The Secret ya? Hahaha.

Ya, Semesta mengizinkan saya untuk berkarya.

Setelah moment tersebut, saya semakin mantap untuk berkarir di dunia Industri Kreatif. Jauh sebelum saya mendirikan POT Branding House dan TABO Indonesia, awal karir saya dimulai sebagai Freelance Event Organizer, Manager Band (Sevenchords dan P.S.H.Y.C.), dan Radio (OZ Radio), serta Clothing Industry (COSMIC Clothing Co.) hingga tahun 2014. Tepatnya 17 Maret 2014, saat saya memutuskan berkomitmen bersama partner-partner saya (Bayu, Kresna, Anja), untuk mendirikan POT Branding House.

Cukup panjang ya? Hahaha. Semoga menarik untuk dinikmati, tapi itulah awal mula atau tonggak sejarah saya dalam memutuskan untuk hidup di Industri Kreatif.


Bisa ceritakan sedikit mengenai awal dan pembelajaran tahun pertama dalam membangun POT Branding House?

Tahun pertama untuk semua bisnis, pasti selalu memiliki tantangan tersendiri, tanpa menjustifikasi ya, karena selalu ada special case, seperti bisnis warisan orang tua, etc. Tapi dalam contoh kasus POT Branding House, kita memulai tanpa modal. Benar-benar hanya mengandalkan ideas, network, skill, guts, and believe. Kita fokus untuk membangun portfolio yang baik pada masa itu, Portfolio first then money come second. Ada kok masa-masanya kita merasakan pendapatan Rp. 150.000,- sampai Rp. 350.000,- per bulan, itu pun kadang gantian siapa yang perlu duluan, karena masih insufficient in terms of cashflow. Sering juga pro-bono atau barter jasa / produk misalnya.

Sampai puncaknya kita sepakat untuk memberikan dateline untuk berjalannya bisnis ini : kalau sampai akhir Desember tahun 2015 tim masih belum bisa mendapatkan pendapatan yang layak, lebih baik jangan menggantung dan kita bubarkan, ambil jalan masing-masing.

Jadi in short, bagi saya tantangan tahun pertama itu adalah : the test of the time, malah bukan urusan teknis, karena teknis akan selalu selamanya kita coba untuk kita improve. Ujiannya di waktu, kita cukup yakin atau tidaknya dengan apa yang sedang kita bangun, dan mau cukup bersabar ngga untuk bisa sampai ke titik yang kita butuhkan. Karena pasti sampai kok, asal cukup yakin dan sabar, ya ikhtiar dan do’a juga jangan lupa. Dan satu hal lagi, saya selalu berpegangan pada hal ini : if we think the challenge is big, then the dream has to be bigger. Kalau tantangannya terlihat sudah besar, berarti bisa jadi mimpinya kurang besar. Ini silakan diresapi masing-masing yah.

 

POT Branding House


Sebagai seorang Chief Management Officer, siapa referensi lokal dan internasional seorang Alby?

Ini quick answer aja yah.

Lokal :
1. Yoris Sebastian, for his dedication in creativity through his books and company named Oh My Goodness Consulting, dan alhamdulillah kebetulan beliau sudah resmi menjadi mentor saya.
2. Rene Suhardono, for his dedication to building passionate and meaningful life for people through his company named Impact Factory.
3. Alamanda Shantika, for her dedication to bring technology and education closer for people, and for her unconditional love and delivering happiness for humanity in Indonesia, through her experience as former CTO of Gojek and her company now named Binar Academy.

Internasional :
1. Vishen Lakhiani, for his dedication to push humanity forward through a global school for humanity and his company named Mindvalley.
2. Simon Sinek, for his dedication to discover the why for people, and keep reminding me to Start With Why.
3. Gary Vaynerchuck, for his dedication to make people hustle, work, and execute, with his well-known company named Vayner Media.


Setelah mengutip dari website Alby nih, seorang Candor itu seperti apa sih?

Hahaha ini menarik, karena sebenarnya I have discovered my personal value is Candor, was through my thesis about Company Culture. Candor in literal meaning is : the quality of being open and honest in expression; frankness. What I toward to is become a figure that always be open and honest, as myself. Kalau bahasa Indonesia nya mungkin sesederhana apa adanya ya. Tidak dikurangi atau dilebihkan, terutama dalam menyampaikan sesuatu terhadap lawan bicara, baik itu dalam lingkungan keluarga dan lingkungan kerja. Objective in terms of Reality. Memang cukup sulit kalau dijelaskan secara kata-kata, you have to experience and feel me in person to understand.


Apa pentingnya hal tersebut dengan posisi Alby dalam berkarir?

In my humble perspective, it is really important. As entrepreneur or businessman in this context, I found many personalities in my field. Positive and negative personalities is relative, and I am no one to judge those, and about the way of their work. But I need to leave a legacy along my life, an authentic legacy. In order to manifest a certain level of authenticness, I need to be Candor in everything I do. To produce something that open, honest, and frank. It is really fundamental for me.


“The Best Second Man”
, bisa diceritakan?

Yep, I have this particular tendency to be faithful to my partner, to whom I commited to. It comes from 2 perspectives, as I aware of my weakness, that I have lack of courage to start something by myself, I need other figure to become a leader that I put my upmost respect to, it explains “the second man” terms. Yet, as I also aware of my strength, as a faithful partner, I have tendency to support and ensure to do everything I can to manifest what my partner wants, needs, or towards to. And in this context, I am ensuring myself to be “the best” partner for him / her. There you have it, “The Best Second Man”, and plus the fact that I am fully function as the vice, not the face of the venture.


Sebagai businessman nih, gimana sih perspektif Alby terhadap studio-studio lain di Bandung?

It is starting to has a good ecosystem actually, in my 3 years experience in POT Branding House. But I do not want to play a safe answer, so in my candor opinion, I do not know if it matters of dignity or other factor, I think it is still hard for us to collaborate, even though every studio has their niche market, so it is not a pure high level of competition actually. We do not eat fish from other’s pond, we have our pond, each of us has our own market. So why compete?

It is also fundamental values that have been served me well in many hard times :
I believe what could unite people is only 2 factors – if they have common goals, or common problems. So which one do we have in this Bandung Creative Industry ecosystem?


Apa tanggapan 
Alby sebagai businessman di Indonesia menghadapi market Millenials?


I think the Company Culture is the answer. Millennials is a by product of previous generation, that one thing we should aware of. Challenge is the gasoline of Millennials. They, including me, seek for fullfillment of what they work on. This is the key, as the CEO of NET TV, Wishnutama, said, the gap could be tackled, through understanding and compassion from each generation. Afterall, Millennials will become the future workforce, future leader, also future market in the golden age of Indonesia. It is important for us in general to understand this phenomenon and its potential.

Apa sih poin-poin besar untuk survive di industri kreatif?

We live in the pre-maturity stage of Creative Industry in Indonesia, if we compare to majority of Asia countries (e.x. Japan, Thailand, Singapore, etc.) and European country (e.x. United Kingdom, Berlin, Netherland, etc.). So what we can do is be patient, and make every moment, every project count. The time will come eventually. For myself, I see only two indicators :

First, when we have a proper museum for design as an example, or for any sector in Creative Industry because it is a paramount form of acknowledgment in a national scale.

Second, when National Branding of Indonesia has been entrusted to Local Talents, not in the hands of Multi-National Corporation.


Terakhir, buku atau
 media apa yang Alby sering tongkrongin dan rekomendasikan
?

Currently, for books I am eager to recommend:
“The Code of The Extraordinary Mind” by Vishen Lakhiani, Founder of Mindvalley
Aaker on Branding” by David Aaker of Prophet – Brand and Marketing Consultancy
“Holacracy: The Revolutionary Management System that Abolishes Hierarchy” by Brian J. Robertson, Founder of Holacracy One

While for media, I love article and podcast from:
Gates Notes by Bill Gates
The Whiteboard Journal by Studio 1212
Monocle by Tyler Brule
Side Hustle School by Chris Guillebeau
The Cooper Review by Sarah Cooper
Watch Cut by Blaine Ludy


Lihat lebih dekat Alby Padmakusumah dalam websitenya.